Sunday, February 4, 2018

Kota di Atas Bukit- Bangkit dan Bersinar

PEMBACAAN ALKITAB:
Keluaran 21:22 - 23:13
Matius 24:1 - 28
Mazmur 29:1 - 11
Amsal 7:6 - 23

RHEMA BAGI SAYA:

Keluaran 23:12
Enam harilah lamanya engkau melakukan pekerjaanmu, tetapi pada hari ketujuh haruslah engkau berhenti, supaya lembu dan keledaimu tidak bekerja dan supaya anak budakmu perempuan dan orang asing melepaskan lelah.

Tuhan menciptakan segala sesuatu dengan hukum, aturan dan pola bahkan siklus tertentu. Disini kita melihat ada aturan, pola dan siklus mingguan, enam hari orang Israel diijinkan bekerja, namun satu hari mereka harus beristirahat. Bukan hanya orang Israel yang harus beristirahat, lembu dan keledai mereka, anak budak dan orang asing yang bekerja pada mereka pun harus beristirahat. Maksud beristirahat selain untuk beribadah kepada Tuhan, namun itu menjadi pelepas lelah, pemulih tenaga, dan mengembalikan kesegaran juga kreatifitas. Jika tidak istirahat ada banyak hal negatif yang akan muncul, seperti kelelahan, jatuh sakit, bosan atau menyerah.
Kita harus mengerti ada banyak hukum, aturan, pola dan siklus yang harus kita cermati dalam hidup kita, secara umum, komunal bahkan pribadi. Ada pola dan siklus yang berulang yang perlu kita cermati baik yang bersifat netral, positif maupun negatif.  Setiap wanita memiliki siklus bulanan dan itu seringakli bersifat negatif mempengaruhi emosi dan stamina mereka. Ada orang yang memiliki pola aktifitas berbeda dari yang lainnya, kebanyakan orang aktif diwaktu siang namun ada juga orang yang akan merasa lebih bisa aktif dimalam hari. Kita mengenalnya dengan istilah orang malam. Ada orang yang pada waktu-waktu tertentu sangat negatif mudah menjadi loyo, tidak bersemangat dan sangat emosional.

Saya harus mengenali hukum, aturan, pola dan siklus dari Tuhan. Saya pun harus menyadari pola dan siklus yang terjadi pada diri saya entahkah itu bersifat netral, positif atau negatif. Saya akan memperkuat pola dan silklus yang positif untuk menjadi kebiasaan yang baik. Saya akan berhati-hati dengan pola dan siklus yang negatif supaya tidak menjadi kebiasaan yang buruk.

Matius 24:27-28
27  Sebab sama seperti kilat memancar dari sebelah timur dan melontarkan cahayanya sampai ke barat, demikian pulalah kelak kedatangan Anak Manusia.
28  Di mana ada bangkai, di situ burung nazar berkerumun.

Di mana ada bangkai, di situ burung nazar berkerumun. Hal ini untuk menunjukkan bahwa kedatangan yang kedua kali dari anak manusia adalah sebuah kepastian. Dan karena Ia datang sebagai Raja, maka pasti Ia datang dalam kemuliaan-Nya. Jika kita bertekun, maka kita pasti akan masuk dalam kemuliaan-Nya. Orang yang tidak percaya, pasti menerima hukumannya.

Saya percaya kepada Dia yang telah datang dan berjanji, pasti akan datang kembali. Saya percaya Dia adalah Raja, pasti datang dalam kemuliaan-Nya. Saya yang bercaya, mau bertekun sampai masuk kedalam kerajaan-Nya.

Mazmur 29:1-2
1  Kepada TUHAN, hai penghuni sorgawi, kepada TUHAN sajalah kemuliaan dan kekuatan!
2  Berilah kepada TUHAN kemuliaan nama-Nya, sujudlah kepada TUHAN dengan berhiaskan kekudusan!

Penghuni sorga saja dalam kemuliaan dan kekudusan mereka memberikan segala pujian dan penghormatan hanya kepada Tuhan. Demikianlah sepatutnya kita ciptaan-Nya memberikan kemuliaan hanya bagi Tuhan, dengan tidak lupa berhiaskan kekudusan.

Saya yang adalah ciptaan-Nya, sepatutnya memberikan kemuliaan hanya kepada Tuhan. Saya harus memuliakan Tuhan dengan berhiaskan kekudusan.

Amsal 7:18
Marilah kita memuaskan berahi hingga pagi hari, dan bersama-sama menikmati asmara.

Kesalapahaman tentang cinta.
Ada tiga hal yang sering disalah mengerti orang muda tentang cinta:
(1) Kasih, (2) Asmara, dan (3) Birahi.
Apa  dan bagaimana tentang cinta.
Apakah cinta itu? (1) Kasih seharusnya bersifat spiritual (rohani), itu sebabnya pernikahahan Kristen dilakukan dengan cara pemberkatan. (2) Asmara lebih bersifat jiwa, lebih khusus bagian emosi, lebih sederhana disebut bersifat emosional (3) Sedangkan birahi erat kaitannya dengan fisik, sifatnya sensual.

Bagaimana membangun cinta? Tiga cara orang memadukan cinta:
(1) Supranatural, Tuhan mempertemukan seorang pria dan seorang wanita dengan cara adikodrati. Dipertemukan atau diberitahukan siapa, pasangannya oleh Tuhan dan kemudian mereka masuk dalam pernikahan. Unsur kasih dan iman berperan besar disini.
(2) Natural, Tuhan mempertemukan keduanya dengan cara yang normal; mereka berkenalan sehingga tumbuh asmara, kemudian mereka membangun hubungan kasih, dan akhirnya masuk dalam pernikahan. Unsur asmara berperan besar disini.
(3) Tidak natural, tidak normal, pertemuan yang cacat; sundal. Mereka orang yang mengumbar asmara,  dimana unsur ketertarikan fisik yang sensual sangat berperan disini. Mereka terikat begitu kuat secara sensual dan dengan terpaksa mereka menikah.

Bilamanakah mempergunakan kasih, asmara dan birahi?
(1) Asmara diperlukan untuk membangun kasih yang sejati sehinga diberkati masuk dalam pernikahan maka birahi menjadi kudus sebagi alat saling melayani dan membangun keturunan.
(2) Bilamana asmara tidak dikendali untuk membangun kasih, asmara membawa orang kepada birahi yang semata-mata sensual, sekedar pemuasan fisik atau daging, sehingga sulit untuk membangun kasih yang sejati.

Saya mau Tuhan memberi pengertian tentang kasih, asmara dan birahi yang benar.
Saya mau membangun dan memelihara cinta dengan pertolongan Tuhan.

Saya yang masih singel mau membangun cinta secara supranatural atau natural:
(1) Supranatural, saya percaya Tuhan mampu mempertemukan saya dengan jodoh saya secara adikodrati.
(2) Natural, saya percaya Tuhan juga bisa mempertemukan saya dengan jodoh saya dengan cara yang normal; kami berkenalan sehingga tumbuh asmara, kami membangun hubungan kasih, dan akhirnya kami masuk dalam pernikahan.

PROKLAMASI IMAN SAYA HARI INI!

# Saya warga KOTA DI ATAS BUKIT:
# Saya BANGKIT dan BERSINAR, karena;

1. Saya orang benar karena saya hidup oleh iman.

2. Saya harus mengenali hukum, aturan, pola dan siklus dari Tuhan. Saya pun harus menyadari pola dan siklus yang terjadi pada diri saya entahkah itu bersifat netral, positif atau negatif. Saya akan memperkuat pola dan silklus yang positif untuk menjadi kebiasaan yang baik. Saya akan berhati-hati dengan pola dan siklus yang negatif supaya tidak menjadi kebiasaan yang buruk.

3. Saya percaya kepada Dia yang telah datang dan berjanji, pasti akan datang kembali. Saya percaya Dia adalah Raja, pasti datang dalam kemuliaan-Nya. Saya yang bercaya, mau bertekun sampai masuk kedalam kerajaan-Nya.

4. Saya yang adalah ciptaan-Nya, sepatutnya memberikan kemuliaan hanya kepada Tuhan. Saya harus memuliakan Tuhan dengan berhiaskan kekudusan.

5. Saya meminta Tuhan memberi pengertian tentang kasih, asmara dan birahi yang benar.
Saya mau membangun dan memelihara cinta dengan pertolongan Tuhan.
Saya yang masih singel mau membangun cinta secara supranatural atau natural:
(1) Supranatural, saya percaya Tuhan mampu mempertemukan saya dengan jodoh saya secara adikodrati.
(2) Natural, saya percaya Tuhan juga bisa mempertemukan saya dengan jodoh saya dengan cara yang normal; kami berkenalan sehingga tumbuh asmara, kami membangun hubungan kasih, dan akhirnya kami masuk dalam pernikahan.

Selengkapnya....

Dr. Erastus Subdono - Bolehkan berceraian

Akhir-akhir ini perceraian jadi topik hangat orang Kristen…
Selama ini, tema ini dihindari banyak pembicara. Jarang ada khotbah tentang perceraian. Sehubungan dengan berbagai peristiwa yang terjadi, gereja secara tidak langsung dipaksa untuk bicara ini terang-terangan. Hal yg mendorong gereja membahas ini karena grafik perceraian yang begitu tinggi. Ini tidak bisa disangkal, di masyarakat umum dan masyarakat Kristen. Ini akan kita bahas secara Alkitabiah. Kalau tingkat perceraian semakin tinggi, itu tidak aneh karena kedurhakaan, sikap tidak mengasihi, egoisme semakin tinggi. Dengan keadaan dunia seperti itu, menjadikan manusia semakin egois. Ditambah lagi denga dosa seks, perzinahan, percabulan. Hal ini memicu terjadinya konflik dalam rumah tangga. Pria yang terlibat dosa ini, dia bisa merusak keluarganya. Seseorang yg tercandui dosa seks, maka ketika sakau dia tidak mudah diobati.

Gereja selama ini menyembunyikan topik ini. Gereja melalui pembicaranya harus berani tegas, keras. Tetapi gereja harus memiliki landasan Alkitab yang kokoh. Gereja tidak boleh kompromistis dengan dunia. Berbagai pandangan tentang perceraian jadi ajang perdebatan. Berbicara perceraian, tidak bisa dipisahkan dari hal lain, seperti penciptaan manusia, panggilan manusia, dan hakikat perkawinan yang harus dibedah. Tanpa membedah pokok-pokok terkait, maka kita tidak bisa membahas hal itu. Gembala Sidang (GS) punya panggilan sebagai guru. Oleh karena itu, GS punya beban moral untuk membahas ini dan berjanji akan membuat buku tentang perceraian.

Hukum perceraian dalam hukum manapun, juga dalam Perjanjian Lama (PL)  tidak boleh jadi standar hidup orang percaya. Sebab standar orang percaya berbeda dengan dunia karena kita diproyeksikan untuk dikembalikan ke rancangan semula. Tugas kita menjadi Corpus Delicti (CDC). Agenda satu-satunya hidup kita adalah menjadi CDC. Itu artinya kita sempurna seperti Bapa, serupa seperti Tuhan Yesus.  Manusia telah jatuh dalam dosa dan kehilangan kemuliaan Allah. Kondisi manusia sejak berdosa telah meleset, cenderung melawan Tuhan, melanggar kesucian dan tatanan Allah. Maka dalam hukum Taurat ada hukum yang mengatur perceraian. Itu untuk  melindungi satu pihak dalam hal ini wanita karena pada zaman itu, wanita belum dapat hak yang sama. Hukum perceraian, indikatornya sudah ada sejak zaman PL. Namun GS tidak akan membahas hal ini.

Matius 5:27, Yesus menyinggung tentang perzinahan dan perceraian. Ini isu yg selalu hangat disepanjang zaman. Dalam Injil Matius ini, dibahas bagaimana Tuhan membandingkan hukum Taurat versi Musa dan hukum Taurat yang disempurnakan. _Kataluo_ = Aku datang untuk menyempurnakan, pleroma. Seperti yang  GS  sering kemukakan, membunuh untuk standar hukum Taurat, membenci sudah masuk dalam kategori membunuh. Dalam PL, praktik perzinahan, yaitu hubungan seks di luar hubungan yang sah. Di dalam Perjanjian Baru (PB), perzinahan itu ketika seseorang melihat seseorang dan menginginkannya. Tentu dalam perceraian berbeda. Tentang perceraian pada Matius 19:3 sebenarnya konteks ini, orang Farisi ingin mencobai Tuhan Yesus.  _Peirazo_ .. ini usaha yang sama yang dilakukan orang Farisi dan Saduki untuk menjerat Tuhan Yesus, “Apakah diperbolehkan membayar pajak pada kaisar?” Dan waktu itu ada orang Herodian. Jika Tuhan Yesus bilang “boleh”, akan dianggap pro Roma. Tuhan Yesus dianggap pengkhianat. Tapi kalau Tuhan Yesus bilang tidak usah bayar pajak, Dia akan dianggap menghasut rakyat untuk tidak membayar pajak pada kaisar. Ini seperti buah simalaka. Demikian pula untuk pertanyan ini, “Apakah boleh menceraikan istri dengan alasan apa aja? Bilang “ _Yes_ ” akan menimbulkan kerawanan.

Kata menceraikan dalam bahasa aslinya _Apolusai_ sama dengan _Apoluo_ , membebaskan. Ini bertalian dengan budaya zaman tersebut, dimana suami memiliki hak penuh terhadap istri dan berpotensi untuk bersikap sewenang-wenang pada istri. Ini bisa berpotensi untuk menyuruh istri pergi dari rumah. Rupanya pada waktu itu, sudah dianggap jadi masalah rumit. Ini mengisyaratkan pada kita bahwa masalah libido sudah ada dari zaman dulu dan sering jadi masalah.

Paulus berkata kepada jemaat Korintus, “Istri tidak boleh menceraikan suaminya = ini untuk orang Non-Yahudi. Jemaat Korintus terdiri dari bangsa kafir. Ada istri yang bisa menceraikan suaminya. Ini beda dengan Matius 19:3. Di Matius, pria dominan, beda budaya.
Pada zaman Yesus, abad 1, ada beberapa  pandangan, ada kelompok _Hillel_ dan _Shammai_ (kaum Farisi yang pandai secara akademis dan suka menafsirkan firman Tuhan dan suka berdebat).  Jawaban yang salah akan menjatuhkan Tuhan Yesus. Bertanya hanya untuk mempersalahkan Tuhan Yesus. Mereka berusah merendahkan Tuhan Yesus. Dengan begitu,  mereka menganggap Tuhan Yesus tidak berhikmat dan tidak layak disebut Rabi.
Menghadapi tes itu, Tuhan Yesus menjawab secara tegas. Ini terkait dengan rancangan hidup manusia, Matius 19:5,6. Jawaban Tuhan Yesus bahwa mereka diarahkan kembali ke rancangan Allah yang semula. Itu mutlak. Penting untuk membahas Kejadian 2:24.

Esensi dari pernyataan  Tuhan Yesus yang harus dipaparkan, antara lain:
1.Dualitas manusia (Pria dan Wanita). Dari pernyataan tersebut, Allah yang menciptakan dualitas manusia untuk membangun Rumah Tangga (RT). Ini bukan ada tiba-tiba. Ini adalah rancangan Allah. Seks adalah sesuatu yang kudus dari dualitas manusia, dimana keduanya diikat oleh cinta kasih agape dan eros. Pernikahan itu kudus dan ada  unsur tanggung jawab besar. Lebih baik tidak menikah daripada melanggar tatanan Tuhan Allah. Karena kalau bercerai, akan merugikan keluarga besar, anak jadi korban. Di sini,  esensi tidak boleh cerai kecuali zinah, standarnya apa. Contoh, ada wanita lesbi, pria homo, ini tidak diperbolehkan. Ada dosa masuk ke dalam gen, jadi penyuka sesama jenis. Ini melanggar tatanan dan dualitas manusia. Lebih baik tidak menikah. Menikah harus sesuai tatanan.

2.Tidak ada keintiman yang melebihi dari hubungam suami istri. Ini memberikan isyarat bahwa sedekat-dekatnya  hubungan anak dengan orang tua, sahabat, berbeda dengan hubungan suami istri. Tidak ada bandingannya. Oleh karena itu, orang tua yang anaknya sudah menikah, tidak boleh mencampuri pernikahan anaknya. Tentunya juga anak yang sudah menikah tapi masih terikat pada ortu, tidak boleh. Semua harus ditempatkan secara proporsional. Bersatu = _kolesetai_ (mohon crosscheck penulisan yang benar), _kolao_ (mohon crosscheck penulisan yang benar), melekat, merekat. Kolao terdapat dalam 1 Korintus 6:16. Yang mengikatkan diri pada perempuan cabul, _kolao_ = untuk menyatu, untuk ambil bagian,  _they two shall be one flesh._ Ketika seseorang menikah, maka sebagian dirinya diberikan kepada pasangannya, atau ada yg dihilangkan. Rela dihilangkan demi dia. Wanita juga harus kehilangan sebagian hidupnya demi pria yang dinikahinya. Bagi orang muda harus hati-hati memilih pasangan hidup.  Kejadian 2:24, anak akan meninggalkan orang tua. _Dabaq_ = bersatu, _to cling, stick, stay close, cleave, follow closely, join to, to be joined together,  to stay close, dabaq, to cleave._ Dibelah. Hebat lho.. Alkitab. Menikah itu dibelah. Separuh hidupnya hilang. Allah itu *_Echad_ .  _Echad_ itu satu kesatuan. Satu-satunya, tidak ada yang sama dengan bentuk ini. David ketemu Ninik, Rudi dan Endang.  Bukan jumlahnya satu. Tapi jadi sebuah kesatuan. Makanya Elohim kita, *_Echad_ . Beda dengan elohim bangsa  lain. Elohim kita Yahweh. Bukan satu, *_Yachid_ . Suami istri, satu kesatuan. Ini penting , dua-duanya punya pribadi, tapi mereka menjadi satu. Istri tunduk kepada suami. Bahasa aslinya, “ _each other_ ”, saling tunduk. Satu-satunya  kesatuan, demikian tidak boleh ada pihak ke-3. Anak-orang tua, tidak bisa jadi pasangan, sahabat tidak bisa jadi pasangan. Makanya jodoh = pasangan hidup. Kenapa bicara ini, karena kata _pornos/porneia_ terkait ini. Batas-batas kepornosan harus tahu. Cerai? Tidak sesederhana itu.

3.Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah tidak dapat dipisahkan. Ayat ini muncul sebelum manusia jatuh dalam dosa.  Ini bisa menunjuk bahwa jodoh harusnya dpilih oleh Tuhan. Yang dipersatukan itu,  harusnya jodoh yang dipilih Allah, seperti Hawa untuk Adam, Ribka untuk Ishak. Jika manusia tidak jatuh dalam dosa, Tuhan sendiri yang memilihkan jodoh manusia. Roh Kudus akan memimpin anak-anak muda dalam hal menemukan jodohnya. Oleh karena manusia tidak akan mati, maka jodoh untuk selamanya. Itu di sana sebelum manusia jatuh dalam dosa. Itu sebabnya tidak  boleh dipisahkan, _korezo_ = tidak boleh dipisahkan, tidak boleh dibagi. Tatanan ini tidak bisa diterapkan karena manusia sudah jatuh dalam dosa . Clue, tidak ada yang mutlak selain Allah. Cerai atau tidak, hati-hati, tidak boleh dipisahkan itu. Karena pada awalnya, manusia tidak akan mati.

4.Dari pernyataan Yesus tadi, Dia menginginkan pernikahan monogami karena tugas manusia itu bukan kawin, tapi jadi CDC. Makanya manusia di sini bukan dalam kaitan pasangan. Dikatakan, “Tidak baik untuk manusia seorang diri.” Ini terkait dengan tugas untuk melakukan kehendak Allah.  Dalam PL, itu tidak terlalu tampak karena mereka tidak tahu jalan keselamatan dari Yesus. Tapi kita tahu sekarang, Yesus  datang untuk menyelamatkan. Pernikahan itu pelengkap untuk menyelesaikan tugas utama Allah. Lakukan tugas utama dahulu, maka semua itu ditambahkan padamu. Kalau tugas itu nggak selesai, itu bisa rusak. Mengapa harus monogami, sebab manusia tidak  boleh disibukkan oleh keluarga. Sebab suami yang memiliki banyak istri, dia  akan menyibukkan diri dengan urusan istrinya, sampai  lupa tugas utamanya. Tapi sampai ada yang tidak menikah demi Kerajaan Surga. Poligami, itu bentuk cacat karakter manusia yang sudah kehilangan kemuliaan Allah.  Termasuk poliandri. Selain perkawinan harus monogami, perkawinan juga haruslah sesuai dengan kehendak Tuhan. Jangankan punya 2 istri, 1 aja belum tentu boleh. Poligami itu cacat karakter. Sebaik apa pun pendeta , pemimpin, kalau istrinya 3, dia  tidak bisa jadi contoh. Seandainya manusia tidak  jatuh dalam dosa, maka jodohnya dipertemukan oleh Allah sendiri. Dengan demikian, Kejadian 2:24, 25, itu bisa terjadi. Keputusan anak laki yang sudah kawin, jangan jadi anak mama. Harus meninggalkan ayah ibu. Oleh karena itu, anak muda,  pilihlah yg dewasa rohani. Adam dan Hawa, mereka telanjang tapi nggak malu. Ini menujukkan kesucian mereka, kau milikku dan ku milikmu, nggak malu.  Tapi setelah jatuh dalam dosa, jadi malu. Konsep berpikir jdi rusak. Malu karena sudah tidak memiliki dirinya sendiri. Betapa hebatnya kebenaran itu, Kejadian 2:24, 25,  luar biasa,  menunjukkan kesucian pikiran mereka sehingga mereka jadi pasangan sepadan. Ini harus dibahas.

Kenapa bercerai?
1.Alasannya apa
2.Surat cerai
3.Pornos
4.?
Pernikahan = mono, satu suara. Bukan stereo, yang banyak suara.
Dalam perkawinan monogami = perkawinan ideal yang tidak kehilangan kemuliaan Allah. Kalau  nggak jatuh dalam dosa, bisa puas. Karena jatuh dalam dosa, jadi nggak puas. Wanita Samaria yang dberi air hidup, dia dipuaskan oleh Tuhan Yesus. Kalau  Anda sudah menikmati sukacita Tuhan, Anda pasti puas.

Takut akan Allah, membuat peluang untuk tidak ada perceraian. Takut akan Allah membuat peluang, pernikahan berdampak bagi kerajaan Surga. Cinta yang didasari seks saja, nilainya rendah. Makanya kalau cari jodoh, cari yang sama-sama cari tuhan/melayani Tuhan. Semakin hari semakin tua tapi semakin mengerti kehendak Allah. Puas.

Lagu “ *Love Me When I Old* ” menggambarkan bahwa suami istri harus saling menjaga supaya jangan ada kesalahan. GS terharu dengar lagu ini karena sudah jarang didapati realita perkawinan seperti ini. Kejadian 2:24 tidak bisa dipraktikkan secara sempurna.
Mendengar jawaban Yesus, Matius 19:7, orang Farisi tidak puas. Argumentasi ini memicu hasrat mereka untuk menceraikan  istri tanpa rasa bersalah. Surat cerai adalah permainan palsu. Itu sekadar legalitas hukum agama. Kalau hukum agama seperti itu.  Beda dengan kita “ *Lord is my law* ”
Jangan buka aib pasangan = kasih menutupi pelanggaran.
Surat cerai sering dipakai untuk memuaskan hasrat libido = kemerosotan akhlak. Melebihi binatang karena binatang memiliki akhlak seperti itu.

*Sesi 2*

Kita itu sedih kalau dengar orang Kristen atau tokoh-tokoh  panutan yang mengambil tindakan untuk bercerai. Tapi setiap orang berhak mengambil keputusan. Kita mau belajar hidup berkenan meskipun belum sempurna.
Tuhan Yesus adalah guru yang Mahacerdas  dan Dia tidak menutup mata bahwa manusia telah jatuh dalam dosa. Makanya menyatakan pernyataan dalam Matius 19:9. Pernyataan ini harus dipahami dengan benar agar tidak salah menafsirkannya. Dalam Injil Markus 10:11, dikasus yang sama, Yesus menjawab, “Barangsiapa menceraikan istrinya lalu kawin dengan perempuan lain…...”.  Jadi ini realistis. Tidak muluk-muluk, hidup di dunia yang sudah rusak. Kemungkinan terjadinya perceraian pasti ada, bukan. Bisa!  Tidak bisa dibantah bahwa ada kemungkina perceraian itu terjadi.
Selain dari zinah, ini harus kita pahami:

1.Pernyataan ini dalam konteks, pembicaraan dengan orang Farisi, yang belum  mengerti tentang perceraian. Harus _strictly_ pada konteks. Ini konteksnya Tuhan sedang dijebak. Ini penting, orang Farisi belum memahami kebenaran. Pernyataan Tuhan Yesus dimaksudkan merupakan pernyataan untuk menentang, menyangkal dan tidak membenarkan seorang pria untuk menceraikan istrinya.

2.Menentang hukum Tuhan. “Berapa kali aku harus mengampuni?” Bukan sembarangan marah. Mengampuni harus *tujuh puluh kali tujuh kali* . Ini pengampunan berjenjang. Musa melonggarkan hukum itu karena mereka mengeraskan hati.  _Necessary evil_ (jahat tapi apa boleh buat). Tuhan tidak pernah mencobai manusia lebih dari kekuatannya. Tuhan Yesus tidak akan memojokkan manusia dalam dosa. Misal, “Oom sebenarnya saya tidak mau menyontek kecuali terpaksa.Sebenanrya saya nggak mau marah tapi dia keterlaluan.” _Necessary evil_ (bukan karena konformisme). Tuhan Yesus tidak menyetujui perceraian, apalagi dengan alasan demi surat cerai. Tuhan Yesus mau menujukkan  pattern pernikahan yang sempurna. (1. Alasan apa 2. Surat cerai ‘Musa’ 3. Pornografi 4. ? ) Subjek yang menceraikan istrinya, kalau  lain konteks, ini yang berzinah istri. Tapi ini konteksnya, orang Yahudi. Zinah = pornea, seksual yang salah ( homo seksual, hub. seksual terlarang, seks deengan kerabat dekat, seks dengan hewan, itu semua percabulan). Ketidaksetiaan yang merusak persekutuan. _Pornis_ = merusak hakikat pernikahan itu, sehingga tidak bisa dipulihkan. Bila dihubungkan dengan ayat 1 Korintus 6:9-10, ada perzinahan sampai menjadi satu daging dengan wanita lain. Itu membuat hakikat pernikahan dengan istri jadi rusak dan mungkin tidak bisa dipulihkan lagi.   _Moikatae_ = _Moikos_ (Menikah dengan istri yang sudah dicerai, ini bukan _porneo_ ).  _Moikatae_ tidak harus ada sentuhan fisik, dan belum sampai merusak hakikat pernikahan: nonton film yang tidak patut, nafsu melihat wanita lain yang seksi. Kita harus radikal jika mau berubah. Namun, _moikos_ tetap dosa, tapi belum sampai perzinahan. Tuhan Yesus realistis.  Ibrani 12: 16 = Esau sudah pornos (cabul). Titik dimana dia tidak mendapat kesempatan mendapat berkat perjanjian. Dalam bahasa hukumnya sudah inkrah.

Tuhan Yesus  tidak mentolerir perzinahan. Jahatnya orang itu, jadi anjuran bercerai,  seakan-akan jadi sebuah perintah. Padahal Tuhan sedang bicara dengan orang-orang Farisi yang belum mengenal kebenaran. Jadi, kalau nggak ngerti latar belakang KEBENARAN,  susah. Perkawinan itu bukan tujuan. Perceraian bukan anjuran apalagi legalitas. Karena kekristenan  bukan agama hukum.

Kenapa para pendeta harus tahu apa yang dikatakan GS. Ini bertujuan untuk melihat kondisi bahwa manusia sudah kehilangan kemuliaan Allah. Tapi orang yang sudah tahu kebenaran, dia tidak akan pakai ukuran pornos, surat cerai, apalagi alasan. Karena kalau masih pakai ukuran ini, belum bisa mengasihi sesama manusia. Ditampar pipi kiri kasih pipi kanan. Kalau cerai, untuk melindung korban. Ini mutlak. Yesus mau melindungi.  Matius 5: 19 , tidak boleh jadi standar orang percaya  karena ini menimbukan potensi kerusakan dalam rumah tangga.

Ingat, GS bicara dalam kondisi netral. Kalau misalkan ada wanita nikah, tapi ternyata suaminya homo. Wanita tidak boleh menyerahkan hidupnya pada pria seperti itu. Misalkan, ada pria selingkuh dan bawa selingkuhannya ke rumah istri, terus berhubungan intim. Gimana, cerai atau nggak?  Lihat kondisi: ada anak nggak? Umur berapa? Gimana keluarga besarnya? Ini harus dilihat secara pastoral, bukan doktrin.

Kita tidak tahu dengan pasti, apakah seseorang sudah ada pada tingkatan pornos atau moikos. Kalau dipersoalkan, sudah sejauh mana, kembali pada penjelasan GS pada hal diawal (1. Dualitas manusia, pria dan wanita  2. Tidak ada keintiman yang melebihi dari hubungam suami istri. 3. Apa yang dipersatukan Allah tidak boleh dipisahkan 4. Pernikahan bertujuan untuk melakukan kehendak Allah, menjadi CDC)
Manusia cenderung bertualang. Dabaq = melekat. Harus dipersatukan tidak boleh diceraikan. Hakikat pernikahan harus dilihat di Matius 19:10, ini bukan pembenaran atau legalistas. Kalau sampai pornos, gimana?  Tuhan kita Tuhan yang hidup, ada keluarga yang harus dipikirkan. Kita harus jadi anggur yg tercurah dan roti yang terpecah.
Ini dulu standarnya, mereka belum tahu kebenaran. Murid-murid saja dilarang. Tapi firman Tuhan berkata, ada orang-orang yang diberi karunia untuk memahami kebenaran firman Tuhan. Tidak semua orang mengerti the whole truth. Jadi yang belum ngerti karena nggak kenal kebenaran karunia untuk mengerti. Karunia untuk mengerti standar kebenaran tidak bisa didapat secara otomatis dan instan. Yohanes 8:32, orang yang mengetahui kebenaran akan dimerdekakan.

Matius 19:12, ada orang yang dilahirkan tidak untuk menikah.  Paulus yang mengerti, dia tidak menikah karena Kerajaan Surga. Tapi ketika duri dalam dagingnya, itu bisa jadi gairah seks yang nggak bisa disalurkan karena dia tidak menikah... tapi bisa hal lain juga. Orang percaya, hidupnya tidak berdasarkan boleh atau tidak, tapi harus sesuai pikiran dan perasaan Tuhan Yesus.  Roh manusia pelita Tuhan, berarti manusia itu sudah memiliki kemampuan untuk mengerti kemauan Tuhan. Roh itu _Neshammah_ . Yang memberi  pengertian. Tidak sulit buat kita yang belajar kebenaran, apa seseorang diperkenankan  menikah atau tidak. Jangankan bercerai atau tidak, bahkan menikah atau tidak menikah dipersoalkan. Ingat, karena kamu bukan lagi milikmu, tetapi milik Kristus. Oleh karena itu, orang percaya harus bertindak sesuai dengan kehendak Allah.

Dunia semakin rusak, pernikahan semakin kandas. Dalam Alkitab, kita menemukan ayat-ayat tentang perceraian. Para _deontologis_ = mereka yang memakai etika berbasis kewajiban atau obligasi. Mereka memberi peraturan kewajiban pada seseorang, seperti jangan bercerai! Ini lebih memaksa untuk tidak boleh  bercerai. Rumus _deontologis_ , mutlak dalam kondisi apa pun. Tidak boleh direduksi, bicara salah atau benar dengan ketegasan paling tinggi dan  merasa memiliki nilai ideal. Biasanya memberi contoh, “Ibu ini kuat menghadapi suami yang selingkuh. Dia bisa mengampuni…..” Pengalaman seseorang tidak boleh disamakan, setiap masalah unik. Nggak boleh jadi standar. Mereka merasa nampak unggul, sebagi seorang moralis dalam dunia yang rusak, tapi seringkali tidak bijaksana. Giliran keluarganya ada yang mau bercerai, baru bingung.

Hidup tidak bisa diselesaikan dengan hal hitam putih. Ini tidak fair. Hidup ini memiliki kompleksitas dan keragaman/pluralitas. Penyelasian deontologis, menutup mata untuk kompleksitas dan pluralitas. Hanya menyelesaikan dengan hukum. Padahal,  penyakit fisik aja nggak bisa main vonis aja. Apalgi masalah psikologis. Kalau ada istri punya suami, sudah selingkuh, bawa penyakit menular, gimana?

Mengampuni harus, tapi keputusan untuk hidup bersama, harus dipikirkan. Istri harus melayani Tuhan lebih dulu baru manusia. _Forgive and forget_ -nya harus bijaksana. Tubuhmu adalah bait Allah. Jadi jangan diberikan  kepada suami yg penyakitan seperti itu.
Kalau  penyelesaian kaku secara legalistik, itu kebanykan pendeta kharismatik, tidak boleh cerai. Giliran orang kaya udah pernah cerai, diberkati. Jadi, kalau  selesaikan masalah dengan _deantologi_ , kita jadi tidak memikirkan hukum-hukum yang bertalian, seperti tidak  boleh membunuh, dll. Bagaimana dengan hukuman mati, para penjahat. Ini kompleks.

Dalam mengambil keputusan untuk bercerai, sesuai tujuan hidup nggak, karena ada tanggung jawab hidup, bukan hanya bertalian dengan  pernikahan itu aja, tapi dengan orang-orang di sekitar kita dan lingkungan kita. Maleakhi 2:16, Allah membenci perceraian. Sebenarnya yang Allah benci adalah kawin campur, perkawinan tidak seiman. Menikah dengan orang diluar bangsa Israel (yang tidak seperjanjian dengan diri-Nya). Perceraian yang Tuhan benci karena  ada niat mengambil bangsa asing. Ini adalah hal yang harus dimengerti. Pasangan yang tidak seiman, bercerai. Mereka tidak terikat secara perbudakan. Kalau sudah meninggal, boleh menikah karena tidak terikat dengan perbudakan. Kalau pun menikah, nikah dengan orang seiman (dewasa roh, yang  sesuai kehendak Allah).  Kalau yang seiman dan tidak seiman cerai, tidak terikat secara perbudakan, tapi belum tentu boleh menikah. Ini kompleks dan pluralis. Ini hal yang harus dimengerti, konsistensinys dan konsekuensinys.

Gereja harus mengajarkan kelestarian rumah tangga. Perceraian bisa merusak visi misi Allah untuk jadi CDC dan bawa orang jadi CDC. Kalau sebuah perkawinan telah hakikat, tidak mendukung pelebaran kerajaan Allah, maka perceraian perlu dipertimbangkan. GS tidak akan memberkati pernikahan dari pasangan yang sudah pernah bercerai, tanpa melihat detail masalah. Kita harus mengoptimalkan kelestarian dan hakikat Rumah Tangga.

Pernikahan kedua pastilah bukan pernikahan ideal, tapi  terkait teleologis (tujuan hidup). Beda dengan _deontologis_ . Kalau  pernikahan kedua ternyata untuk pemulihan, bisa dipertimbangkan. Pernikahan itu bukan untuk dapat kebahagiaan, tapi memberi kebahagiaan. Perkawinan adalah mandat utuk prokreasi. Tapi kalau pun sampai nggakk nikah, tunggu sampai ke LB3. Mandat keselamatan lebih penting dari mandat prokreasi. Manusia harus dikembalikan ke rancangan semula.

Jadilah seperti Paulus, tidak menikah demi kerajaan suga. Setiap pilihan ada tuaian. Selama motivasi hidup kita  benar, maka ada kesempatan untuk dpulihkan. Tujuan pernikahan untuk melengkapi. Kehidupan yang dipersembahkan pada Tuhan adalah persembahan yang utuh. Kalau nikah, pilih pasangan yang baik agar tidak mengganggu pekerjaan Tuhan untuk jadi CDC.

Selengkapnya....

Thursday, January 18, 2018

Kecelakaan

https://youtu.be/ncIjYv5fcvQ Selengkapnya....